
Hotel.co.id Situs Cari Hotel Murah Terbaik Keluarga Indonesia
Hotel.co.id Situs Cari Hotel Murah Terbaik bagi keluarga Indonesia yang selama pandemi covid 19 hidup penuh dengan keterbatasan, seperti katak dalam tempurung. Apa fitur dan keunggulan?
A reader lives a thousand lives before he dies, The man who never reads lives only one.
George R.R. Martin
Anak perempuan saya, Ayunda, mempunyai banyak hobby, minat dan kegemaran. Selain olah raga, ia yang saat ini lulus SD juga mempunyai minat baca yang kuat. Minatnya ini bahkan menjadi semacam habbitual action, aktivitas yang selalu dilakukan setiap saat, setiap hari.
Berbagai macam buku dibacanya namun yang paling disukainya adalah novel remaja, cerita bergambar dan beberapa pengetahuan umum populer yang relate dengan pelajaran di sekolahnya.
Dia pernah bilang ke saya kalau sebagian besar buku yang ada di perpustakaan sekolah telah dibacanya saat istirahat atau dibawanya pulang.
Saya jadi paham kenapa selama ini dia selalu membawa tiga tas kalau sekolah. Ternyata satu untuk buku pelajarannya, satu untuk mukena, dan satu lagi untuk buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan.
Di rumah, koleksi bukunya pun semakin banyak. Buku-buku tersebut tertata rapi dalam bookshelf kayu bersusun yang ada di ruang belajarnya.
Yang membanggakan, sebagian besar buku-buku itu dibelinya dari uang jajan yang dikumpulkannya setiap hari. Beberapa di antaranya adalah hadiah dari saudara atau dari give away.
Minat baca Ayunda ini sebenarnyaa menjadi obat atas kesalahan saya dan mamanya dalam menanamkan budaya membaca pada kakaknya, Aria.
Betapa egoisnya saya dan mamanya saat itu, berfikir hanya agar tidak rewel, Aria malah saya akrabkan dengan film-film animasi. TV bisa nyala seharian hanya untuk memutar film Upin-Ipin, Teletubies, Dora dan sebagainya berulang-ulang melalui VCD atau DVD.
Sebenarnya TV dan film bermanfaat untuk menumbuhkan daya imajinasi anak. Namun karena membaca adalah practical ability, maka TV dan film-film animasi tidak cukup bisa diandalkan untuk menumbuhkan minat baca anak. Itu pengalaman saya.
Betapa egoisnya saya dan mamanya saat itu. Berfikir hanya agar tidak rewel, Aria malah saya akrabkan dengan film-film animasi, bukan buku.
jualjuel.com
Akibatnya bisa ditebak, Aria tidak akrab dan tidak tertarik dengan buku. Bahkan ia susah kalau diajari membaca, menulis atau menggambar. Maunya cuman nonton film melulu. Dia baru belajar membaca dan menulis ketika masuk TK B.
Sampai saat ini ketika ia sudah di kelas 11 SMK, ia masih tak terlalu suka membaca. Bahkan koran pun ia tak pernah menyentuhnya, selain buku-buku pelajarannya.
Ia lebih interest menekuni dunia art, animasi dan memasak. Hal Itu pula yang mendorongnya masuk SMK jurusan kuliner dan belajar membuat animasi.
M.Y. Aria.P
SMKN 6 Yogyakarta
Tata Boga
Pengalaman adalah guru yang terbaik, begitu kata bijak yang sering saya dengar. Ya, pengalaman Aria itu membuat sadar kalau saya telah melakukan kesalahan dalam menerapkan pola ajar kepada anak. Tak mau hal itu terulang, saya mencoba memperbaiki pola tersebut kepada Ayunda. Apa yang saya lakukan?
Sejak dini (umur 3 tahun) Ayunda sudah saya akrabkan dengan buku dan membatasi interaksinya dengan TV dan film-film animasi. Secara bertahap saya juga mulai membelikan buku cerita bergambar ketimbang boneka, alat masak-masakan atau mainan dokter-dokteran kepadanya. Sampai dia besar pun Ayunda memang tak punya boneka atau mainan anak perempuan pada umumnya selain buku-buku bacaan, alat tulis dan gambar serta pernak-perniknya.
“Untuk tujuan yang lebih baik, kita memang harus melakukannya, Pa.” Kata mamanya saat itu yang membuat saya semakin yakin.
Bisa jadi cara ini sering dilupakan para orang tua namun tidak bagi saya dan mamanya. Ya, saat Ayunda mau tidur atau sedang bermain-main dengan buku, saya dan mamanya sering membacakan cerita-cerita anak-anak atau dongeng. Tujuan saya sederhana yakni menumbuhkan dasar ingatan yang baik (print motivations) sejak dini bahwa buku itu menyenangkan.
Dalam hal ini saya terinspirasi dari berbagai pemikiran, salah satunya adalah Penny Peck dalam bukunya yang berjudul Crash Course in Storytime Fundamentals.
Pada saat Ayunda berumur 3 tahun, pelan-pelan saya dan mamanya mulai mengenalkan pada abjad, huruf hijaiyah, dan mengeja kata. Dalam hal ini saya menggunakan metode yang sudah umum yakni menggunakan potongan-potongan kertas berwarna bertuliskan huruf dan kata.
Cara ini efektif menurut saya. Buktinya, saat Ayunda berusia 4 tahun (PAUD), dia sudah bisa mengucapkan kata-kata gabungan yang sulit bahkan membaca kalimat pendek beberapa paragraf ketika teman-teman sebayanya masih belajar mengeja aksara.
Pada umur 5 hingga 6 tahun, kemampuan baca Ayunda terus berkembang, begitu pula dengan kemampuan menulis dan hafalannya. Tak heran bila ketika masuk TK dia sudah bisa membaca buku-buku cerita dan menulis dengan sangat lancar. Bahkan pada umur itu Ayunda sudah mampu menghapal surat-surat panjang Al-Qur’an dalam Juz 30.
Ada sebuah pengalaman unik yang masih saya ingat hingga saat ini. Seminggu setelah masuk TK, Ayunda tiba-tiba ngambek tak mau masuk sekolah hingga dua hari. Saya dan mamanya merasa heran diliputi rasa khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang membuatnya takut seperti dibully teman-temannya dan sebagainya. Namun setelah saya bertanya, jawabannya malah di luar dugaan saya.
“Sekolahnya enggak asik, Pa. Bu guru hanya ngajak menyanyi melulu gak pernah ngajak membaca. Adek kan ‘gak suka menyanyi.” Begitu kata Ayunda dengan polosnya yang membuat saya dan mamanya tertawa.
Akhirnya saya dan mamanya pun menemui gurunya dan menceritakan hal ini. Beruntung gurunya memahami dan mengijinkan Ayunda membaca buku apa pun yang dia mau ketika di sekolah.
Tak lupa, untuk semakin mendekatkan Ayunda dengan buku, Ia juga sering saya ajak ke toko buku atau mengunjungi book fair. Beruntung sekali saya karena di Yogyakarta sering diselenggarakan berbagai kegiatan book fair dan sejenisnya.
Kebetulan saya dan mamanya memang suka berburu buku-buku pengetahuan umum dan yang berhubungan dengan motivasi dan teknologi.
Setelah masuk SD, minat baca dan kemampuan menulis Ayunda semakin terasah lebih baik lagi. Hal ini didukung dengan pembiasaan literasi dalam kerangka Gerakan Literasi Nasional di sekolahnya.
Prakteknya, 5 menit sebelum jam pelajaran semua siswa harus membaca buku apa pun selain buku pelajaran. Siswa mencatat kosa kata yang sulit, mencari artinya dan membuat sinopsis buku yang dibacanya tersebut. Pembiasaan literasi ini menjadikan membaca buku dan menulis menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas harian Ayunda.
Dalam sehari Ayunda bisa membaca 2-3 buku tebal. Padahal sekolahnya menerapkan sistem Full Day School. Dia sendiri juga aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan kursus yang tentu saja menguras energi.
Saat libur sekolah, tak jarang ia masih minta ditemani ke perpustakaan RW yang tak jauh dari rumah atau jalan-jalan ke toko buku. Lebih-lebih kalau lagi banyak program discount.
Dalam perkembangannya, minat baca Ayunda mendorongnya untuk menulis. Dari sekian banyak tulisan yang dikirimkan ke penerbit, sudah ada 4 (empat) yang diterbitkan yakni 1 (satu) novel dan 3 (tiga) antologi komik (cerita bergambar).
Keempat-empatnya diterbitkan oleh sebuah penerbit mayor khusus karya anak-anak yakni KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya), lini penerbit di bawah Mizan Publishing House.
Saya masih ingat betul ketika SAN (Surat Akad Jual Beli Naskah) dari KKPK Mizan datang, Ayunda begitu gembira. Dia berlari ke sana ke mari mirip Ronaldo sedang melakukan selebrasi gol.
Ya, saya memahami mengingat penantian panjang yang telah dilalui. Dalam ingatan saya, tak kurang dari setahun ia menunggu naskah-naskahnya di review hingga akhirnya di setujui oleh penerbit.
Selain kegembiraan, empat SAN tersebut juga memberi motivasi yang luar biasa baginya. Motivasi untuk memasuki dunia kepenulisan dan meraih cita-cita.
Ya, dia memang bercita-cita menjadi seorang dosen sekaligus penulis novel. Cita-cita yang sudah terbenam kuat dalam alam pikirnya dan selalu menjadi jawaban bila ditanya oleh siapa pun.
Semakin majunya teknologi internet, semakin mudah dan mengasikkan pula bagi orang tua dalam menumbuhkan minat baca anak. Ya, teknologi telah memungkinkan bagi orang tua menggunakan aplikas-aplikasi digital library, salah satunya adalah Let’s Read.
Let’s Read (Ayo Membaca) Ini diprakarsai oleh program Books for Asia dari Asia Foundation, yakni sebuah organisasi swasta non-pemerintah (NGO) yang didirikan oleh beberapa tokoh berpikiran maju seperti Raymond B. Allen, J. Ballard Atherton, Robert Blum, A. Crawford, Greeneyang dan sebagainya.
Lembaga yang didirikan pada tahun 1954 dan pernah menerima U.S. Library of Congress Literacy Awards pada tahun 2017 atas inovasi dan promosi literasi ni sendiri mempunyai misi meningkatkan kehidupan, memperluas peluang, dan membantu masyarakat berkembang di Asia, (on the ground pada 18 negara Asia).
Inovasi literasi dalam bentuk aplikasi perpustakaan digital khusus buku anak-anak, Let’s Read, ini dapat dimanfaatkan para orang tua sebagai sumber alternatif dalam menumbuhkan budaya baca anak sejak dini secara digital.
Di Let’s Read, para anak-anak (pembaca cilik) disajikan berbagai buku-buku digital berisi cerita-cerita menarik dengan kearifan lokal dari berbagai negara.
Yang menarik, melalui kolaborasi dengan komunitas lokal seperti pengarang, penerbit, penerjemah, ilustrator, desainer dan sebagainya, buku-buku yang ada di perpustakaan digital Let’s Read ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa nasional negara-negara di Asia bahkan diterjemahkan pula dalam bahasa daerah.
Ada banyak alasan kenapa kita perlu mendownload aplikasi ini, berikut di antaranya:
Bukan hanya puluhan, Let’s Read menyediakan ratusan buku cerita anak-anak dari berbagai negara yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Seperti yang telah saya sampaikan di atas, cerita-cerita yang dipublish banyak mengandung muatan kearifan lokal setiap negara yang edukatif serta dikelompokkan berdasarkan tingkat kesulitan (hingga 5 tingkat kesulitan) atau label (15 Label).
Selain itu, semua isi cerita disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta dilengkapi dengan ilustrasi menarik yang pasti disukai anak-anak. Menariknya, aplikasi perpustakaan digital Let’s read ini 100% gratis. Pengguna (pembaca cilik/anak) tak perlu mengeluarkan biaya sedikit pun untuk semua buku-buku yang dipublish.
Let’s Read ini mempunyai fitur baca buku secara offline dengan cara mendownloadnya.
Download disediakan dalam 2 (dua)) pilihan yakni dalam format digital ePUB (electronic publication) untuk dibuka menggunakan software eBook reader seperti B & N Nook, Kobo eReader dan sebagainya atau mendownloadnya dalam format PDF untuk dibuka dengan software PDF reader seperti Adobe Acrobat Reader, Free PDF Reader dan sebagainya dengan ukuran hingga A4 baik portrait, landscape maupun buku kecil.
Yang pasti Ini juga gratis. Pengguna hanya membutuhkan koneksi internet saja apakah Wifi atau paket data.
Aplikasi Let’s Read ini dirancang untuk bisa diakses baik secara underweb melalui url https://reader.letsreadasia.org maupun mobile application dengan mendownload aplikasinya di google playstore.
Oleh karenanya Let’s Read ini competible untuk berbagai peripreal gadget apakah itu desktop, laptop, tablet maupun smartphone. Untuk versi tablet dan smartphone, isi buku cerita didesain tampil secara full screen yang akan memberikan pengalaman membaca asik dan menyenangkan.
Let’s Read ini mempunyai fitur baca buku secara offline dengan cara mendownloadnya.
Download disediakan dalam 2 (dua)) pilihan yakni dalam format digital ePUB (electronic publication) untuk dibuka menggunakan software eBook reader seperti B & N Nook, Kobo eReader dan sebagainya atau mendownloadnya dalam format PDF untuk dibuka dengan software PDF reader seperti Adobe Acrobat Reader, Free PDF Reader dan sebagainya dengan ukuran hingga A4 baik portrait, landscape maupun buku kecil.
Yang pasti Ini juga gratis. Pengguna hanya membutuhkan koneksi internet saja apakah Wifi atau paket data.
Tak bakal membuat memori smartphone menjadi penuh karena aplikasi Let’s Read ini cukup ringan. Besar filenya hanya 4.5 MB.
Selain itu, aplikasi yang mendapat score review 4.2 dari 5 poin ini juga selalu mendapat update untuk menghadirkan pengalaman membaca yang mengasikkan bagi anak.
Ya. Yang jelas aplikasi ini bagus dan bermanfaat untuk menumbuhkan minat baca dan budaya baca anak-anak sejak dini.
Yuk, download melalui link berikut ini.
Terima kasih telah membaca artikel ini semoga bermanfaat dalam menumbuhkan minat baca dan budaya baca anak-anak kita sejak dini untuk Indonesia yang lebih baik, lebih cerdas dan lebih maju.
Untuk artikel-artikel tentang minat baca lainnya, anda bisa mengunjungi direktori artikel berikut ini.
I find television very educating. Every time somebody turns on the set, I go into the other room and read a book.
Groucho Marx
Hotel.co.id Situs Cari Hotel Murah Terbaik bagi keluarga Indonesia yang selama pandemi covid 19 hidup penuh dengan keterbatasan, seperti katak dalam tempurung. Apa fitur dan keunggulan?
Meluaskan manfaat ibarat menanam pohon. Akarnya akan menjalar ke mana-mana, membawa tunas-tunas baru yang menumbuhkan pohon-pohon yang lain.
Startup PHK Indonesia. Kancah startup Indonesia sedang booming, dan startup PHK (Pengusaha Harapan Kecil) di negara ini memimpin
Personal blog seorang blogger pembelajar yang interest dengan dunia teknologi, lifestyle, blogging, politik, sosial, budaya, kesenian, humaniora dan hal-hal menarik lainnya.
Copyright 2022 © All rights Reserved. Design by sibloggerpembelajar.my.id
Butuh sesuatu, ingin menawarkan kerja sama, mau kasih donasi, atau mau ngajak “ngangkring bareng”, jangan ragu untuk menghubungi saya.
Ups sorry saya bercanda!
Saya hanya mau mengatakan bahwa menang lomba blog itu susah dirumuskan bahkan tidak ada rumusnya sama sekali. Itu menurut saya. Berbagai tips yang ada hanyalah guidance agar artikel kita lebih terstruktur, mendekati syarat dan ketentuan lomba begitu. Namun itu tidak memberikan jaminan menang dalam lomba blog. Faktanya, banyak artikel bagus (isi, layout, sesuai S & K) namun kalah. Sedangkan artikel yang sangat sederhana justru malah menang.
Dari fakta ini saya berpendapat bahwa setiap peserta lomba memiliki peluang yang sama. Tidak perduli ia blogger top, blogger celebrity, blogger mastah, blogger senior, blogger pemula, dan apa pun sebutan atau predikatnya. Yang penting adalah menulis artikel dan segera mensubmitnya. Itu saja.
Abaikan pandangan juri berpihak, tidak fair, penyelanggara lomba sudah mensetting pemenangnya, atau pemenang hanya dari kalangan terdekatnya saja. Ya abaikan saja pikiran tersebut meski pun tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi.
Satu lagi, percayalah bahwa setiap tulisan kita akan menemukan takdirnya sendiri. Selain itu menang atau kalah itu erat hubungannya dengan REJEKI, dan rejeki itu tak akan tertukar.
Wallahu a’lam bishawab.