Drama Kelahiran Anak Ketiga dan Kesadaran Pentingnya Melek Asuransi dan Memilikinya
Kelahiran anak ketiga adalah drama menegangkan dalam hidup saya. Drama yang pada akhirnya menyadarkan saya betapa penting melek asuransi, sesuatu yang saya abaikan ketika itu.
Nama lengkapnya Muhammad Althaffi Amarendra. Nama gabungan tiga suku kata yang saya ambil dari bahasa Arab dan Sansekerta.
Nama yang saya berikan kepadanya ini terinspirasi dari film Bollywood berjudul “Baahubali”, film kolosal berdurasi 2,5 jam tentang perjuangan kesatria bernama Amarendra Baahubali yang pemberani, lemah lembut dan berhati mulia. Dan, begitu pula saya berharap kepadanya kelak ketika dewasa, sama seperti arti namanya.
Amarendra, begitu panggilannya, adalah anak ketiga saya. Ia jawaban Tuhan atas doa saya, doa yang saya panjatkan dalam hati sesaat setelah mengucapkan “Qobilthu Nikahaha” di depan penghulu bahwa saya ingin dikaruniai anak tiga, bukan dua.
Kelahirannya benar-benar menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga, meski pun diawali dengan drama paling menegangkan dalam hidup saya, penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berujung pada pertanyaan, selamatkah ia dan ibunya, sempurnakah organ tubuhnya, dan sebagainya. Saya tahu apa pun bisa terjadi saat itu mengingat usia istri yang sudah masuk resiko tinggi serta kondisi bayi yang tak normal.
Namun, dari drama inilah saya mendapatkan pelajaran berharga arti tentang pentingnya sebuah persiapan finansial, arti penting asuransi dan investasi. Sesuatu yang terabaikan ketika itu karena ego dan berbagai keadaan.
DRAMA KELAHIRAN DIMULAI
Prematur dan Presbo
Saya tidak menyangka kalau Amarendra terlahir prematur karena usia kandungan masih belum genap 33 bulan.
Ya, saya tidak menyangka sama sekali. Pasalnya istri rutin saya temani memeriksakan kandungan ke dokter setelah tahu ia mengandung. Segala kebutuhan nutrisi ibu hamil pun tercukupi mulai dari vitamin, susu dan sebagainya.
Saat check up dokter juga sering mengatakan kalau kondisi kandungan baik dan sehat-sehat saja meskipun beberapa kali menjelaskan kalau posisi bayi masih sungsang alias presbo (presentasi bokong).
Di samping itu, dalam aktivitas harian saya juga lebih banyak mengambil peran terutama dalam menjalankan usaha warung makan di depan rumah sebagai satu-satunya sumber penghasilan keluarga. Tujuan saya agar ia tidak terlalu capek dan cukup istirahat.
Karena itu pula sampai saat ini saya tidak tahu pasti apa penyebabnya meski pun saya menduga karena faktor umur.
Sehari sebelum kelahiran Amarendra, saya melihat istri saya nampak tak bergairah dan hanya bermalas-malasan di depan TV.
Sesekali saya lihat ia memegang perutnya dan terkadang mengaduh lirih seperti menahan sakit. Karena kesibukan melayani pembeli yang ingin makan di warung membuat saya tidak terlalu acuh.
“Ah, masa iya sudah mau lahiran,” Batin saya.
Karena hitungan bulan belum saatnya, saya pikir itu adalah kontraksi palsu yang umum terjadi pada wanita hamil seperti yang sering saya dengar. Toh dulu juga dialaminya ketika mengadung anak kedua.. And, nothing happened!
Menjelang Maghrib, istri mengaduh semakin keras. Tangannya sedikit menegang sembari memegang perut. Saya mencoba menenangkan dengan memijit kedua kakinya.
“Istighfar, yank. Istighfar.” Kata saya yang bingung karena tak tahu harus berbuat apa.
Saya jadi panik ketika istri saya seperti mau pingsan. dan semakin panik lagi ketika teraba cairan yang membasahi gamis dan kakinya. Cairan bening bercampur dengan merah darah. Saya tahu, ketubannya sudah pecah!
Tanpa pikir panjang, saya langsung membawanya ke rumah sakit dengan menaiki sepeda motor. Beruntungnya lokasi rumah sakit hanya 50 meter, tepat di belakang rumah, RSI PDHI Kalasan.
MOMEN PALING MENAKUTKAN
Harus C-Section untuk Kedua Kali
Perawat di IGD langsung melakukan tidakan medis seperlunya di ruang IGD yang kebetulan tak terlalu ramai saat itu.
“Lha kok baru dibawa ke sini bu. Ini sudah bukaan 9, loh.” Kata perawat terdengar sayup-sayup dari balik pintu tempat saya berdiri. Saya sendiri tak paham apa maksudnya..
Tak seberapa lama perawat keluar dan mengajak saya ke meja resepsionis. Ia menjelaskan kalau kondisi istri saya lemah untuk proses kelahiran normal dan bayi masih dalam posisi sungsang maka harus melalui tindakan operasi (C-section).
Ia meminta persetujuan untuk melakukan tindakan tersebut. Tanpa lama-lama berfikir saya pun langsung mengiyakan.
Ia meminta persetujuan untuk melakukan tindakan tersebut dan tanpa lama-lama berfikir saya pun langsung mengiyakan.
“Lakukan tindakan yang dibutuhkan bu, saya manut. Yang penting istri dan anak saya selamat”. Pinta saya.
Di belakang perawat yang mendorong brankar menuju kamar operasi saya mulai disergap gundah. Pikiran-pikiran buruk mulai menghantui. Bagaimana kalau si jabang bayi terlahir tak sempurna, bagaimana kalau si jabang bayi dan ibunya tak selamat, bagaimana saya membayar biayanya, dan sebagainya…dan sebagainya. Kalut!
Jujur saya akui, saat itu adalah momen yang paling menakutkan dalam hidup. Ketakukan yang tidak muncul sama sekali ketika kelahiran kakak-kakaknya. Meski pun kakaknya yang nomor dua juga lahir melalui tindakan operasi cesar.
Saya seperti melihat malaikat maut di depan mata. Doa apa pun saya baca untuk mengatasi ketakutan itu dan juga untuk keselamatan bayi dan ibunya.
Menjelang tengah malam, tindakan operasi baru dilakukan karena menunggu dokter yang baru datang.
Tik..tok..tik..tok..Sepanjang operasi berjalan, waktu seperti berjalan sangat lambat. Saya mondar-mandir bertanya pada perawat yang ke luar masuk ruangan operasi. Entah sampai berapa kali itu terjadi.
Seolah tahu kegundahan dan kecemasan yang saya rasakan, perawat pun mencoba menenangkan.
“Terus berdoa saja, pak. Agar operasi diberi kelancaran.” Kata perawat.
Ironisnya, bukanya tambah tenang, saya justru malah tambah gundah. Entahlah.
Sudah Lahirkah?
Suara Tangis Memecah Kesunyian
Di tengah suasana sunyi, sayup-sayup saya mendengar tangisan bayi. Saya bergegas melongok ke pintu untuk memastikan. Apakah si bayi sudah terlahir?
Meski pun tidak terlalu jelas namun hati ini yakin itu suara tangis anakku. Bukan suara televisi dinding yang memutar film cerita tengah malam.
Dengan rasa takut bercampur khawatir, saya memberanikan diri bertanya kepada perawat yang keluar dari ruang operasi dengan bahasa sehalus mungkin.
“Maaf, bu perawat. Bagaimana kondisi anak saya dan ibunya? Apakah organ-organnya sempurna?”. Tanya saya. Saya tak bisa menemukan rangkaian kalimat lebih baik dari itu. Ya, saya tahu itu mungkin pertanyaan bodoh. Pertanyaan penuh kekhawatiran.
Jujur saya akui saya terpengaruh beberapa artikel yang menerangkan bahwa kelahiran prematur dapat menyebabkan cacat intelektual dan perkembangan yang buruk dalam jangka panjang untuk bayi. Karena itu pula terlontar pertanyaan itu.
“Alhamdulillah. Ibu dan bayinya baik-baik saja, pak. Organ tubuhnya juga lengkap dan sekarang baru dalam penanganan.” Jawab perawat.
Mendengar jawaban perawat, saya langsung sujud syukur dengan tangis tertahan. Semua kekhawatiran yang menghantui sejak sore hari seketika sirna, tergantikan dengan kebahagiaan yang tiada tara.
Tak berapa lama Amarendra kecil dibawa keluar ruangan, berada dalam bok kaca dengan lampu yang temaram. Saya dekati ia sembari mengucapkan salam kemudian adzan ditelinga kanannya.
“Assalamualaikum putraku, Selamat datang ke dunia permata hatiku. Ini bapak sayang.” Kata saya dengan bahagia. Saya yakin ia menjawab salam saya di alam kesadaranya. In sha Allah.
Drama babak kedua
Tertahan 13 Hari di Rumah Sakit
Terlahir prematur, Amarendra hanya memiliki bobot 2,2 kg dengan panjang tubuh hanya 43 cm. Mungil sekali, tak lebih besar dari guling bayi.
Yang membuat hati ini sedih kembali, 8 jam setelah kelahirannya ia harus masuk incubator. Dokter bilang fungsi hatinya belum cukup berkembang untuk membuang “bilirubin” dari darah.
Kebahagiaan keluarga untuk menimang-nimang dan meninabobokan pun harus tertunda. Ya, ketika ibunya sudah diijinkan pulang, ia harus tetap berada di rumah sakit. Amarendra kecil harus masuk NICU untuk perawatan lebih lanjut. Dokter yang merawatnya menjelaskan kalau tubuh Amarendra menguning, perutnya kembung dan mengalami sesak napas.
Selama 13 hari Amarendra tertahan, selama itu pula saya mengantar ASI dalam botol ke rumah sakit karena Amarendra belum boleh melakukan kontak dengan orang lain.
Hari ke-14 belas ketika kondisinya sudah membaik, barulah Amarendra kecil diijinkan pulang. Ia tetap menjalani terapi jalan, dibantu dengan KMC (Kangoro Mother Care) yang dilakukan ibunya.
Ujung Drama Kelahiran
Menyisakan Hutang Berjuta-Juta
Saya akui bahwa dari ketiga anak saya, kelahiran Amarendralah yang penuh dengan drama, bahkan menyisakan hutang. Kenapa ini bisa terjadi?
Ya. Pasca resign sebagai orang kantoran dan mulai membangun usaha kuliner, bisa dibilang saya itu habis-habisan. Saat itu saya merasa jadi orang termiskin di dunia. Tak ada fresh money, tak ada tabungan, tak ada investasi, tak punya asuransi, bahkan program jaminan kesehatan dari pemerintah pun harus cut off karena tak terbayar.
Ini adalah kesalahan saya yang tidak mampu mengelola dengan bijak keuangan. Mengira kelahiran anak masih lama, tabungan yang sedianya saya gunakan untuk biaya persalinan malah saya gunakan untuk nambah modal usaha. Celakanya usaha belum bisa memberikan keuntungan.
Namun yang paling saya sesali adalah kebodohan saya dalam mengelola penghasilan selama masih berkerja di sebuah perusahaan otomotif.
Penghasilan setiap bulan hanya habis untuk memenuhi gaya hidup, hobi, selain untuk kebutuhan hidup keluarga dan sekolah anak. Saya terlalu abai untuk saving, investasi, apalagi membeli polis asuransi.
Andai saja saat itu saya memiliki tabungan atau asuransi kesehatan pasti tidak akan mengalami kejadian.
Padahal saat itu sudah banyak saran dan tawaran untuk ikut asuransi kesehatan yang memiliki manfaat tambahan (asuransi melahirkan). Asuransi yang bisa mencover biaya melahirkan mulai dari check-up, proses persalinan baik secara caesar atau normal, dan perawatan setelahnya. Preminya pun mestinya terjangkau dengan penghasilan saya saat itu.
Nah, untuk membayar tagihan biaya persalinan dan perawatan rumah sakit, membeli kebutuhan bayi, dan syukuran, akhirnya saya menjual aset apa pun yang bisa dijual. Termasuk satu-satunya sepeda motor yang saya miliki. Itu pun masih kurang yang memaksa saya harus hutang kepada saudara-saudara dan handai taulan. Hutang yang baru lunas setahun kemudian.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, semuanya telah terjadi. Yang tersisa hanyalah penyesalan. Dari kejadian ini saya mendapat pelajaran berharga betapa penting memiliki asuransi. Hal yang mestinya tidak boleh saya abaikan kala itu.
#asuransilifepal
Pentingnya Melek Asuransi dan Pentingnya Memiliki Asuransi
Membeli produk asuransi bukan semata-mata membeli polis tetapi membeli proteksi dan perlindungan diri dari kemungkinan kerugian finansial yang tak terduga.
Kita tidak tahu bagaimana dan kapan musibah terjadi, atau sakit yang membutuhkan biaya rumah sakit yang besar, mungkin juga mobil mengalami kecelakaan dan sebagainya.
Justru karena tidak tahu inilah, kita perlu melakukan mitigasi dengan memiliki perlindungan finansial, salah satunya dengan asuransi.
Sayangnya, bahwa hingga saat ini semangat dan kemauan mitigasi dengan berasuransi masih rendah meski pun bermanfaat untuk melindungi potensi kerugian finansial karena musibah dan kejadian-kejadian tak terduga lainnya.
Mengutip halaman resmi AAJI, tingkat densitas asuransi atau nilai premi tahun 2019 mencapai 1,67 juta, dan di tahun 2021 sudah diangka Rp1,78 juta per orang . Meskipun ada kenaikan namun prosestasenya masih rendah dari total 270 juta penduduk di Indonesia.
Contoh lain adalah pada penetrasi asuransi jiwa. AAJI, sebagaimana saya kutip dari tribunenews (9/2021), mencatat bahwa penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih sangat rendah dalam lima tahun terakhir, yakni baru 6,5% atau baru 18 juta jiwa dari 270 juta total populasi nasional.
Meski pun bagi perusahaan asuransi ini adalah peluang yang menjanjikan namun fakta ini memberi gambaran pula bahwa masyarakat Indonesia masih belum melek asuransi dan belum sepenuhnya memahami betapa penting asuransi bagi kehidupan.
Membeli asuransi sebenarnya membeli manfaat perlindungan finansial untuk berbagai keadaan tak terduga, investasi, jaminan hari tua, dan sebagainya. Tidak sia-sia.
Simak! Berikut Ini 5 (lima) manfaat memiliki asuransi secara umum yang perlu kita diketahui.

Tak hanya tahu arti pentingnya, masyarakat juga harus melek asuransi, terutama bagi yang baru memulai agar tidak terjadi misunderstanding dalam perjalanan masa pertanggungan.
Hingga saat ini masih kita temui berbagai kasus kesalahpahaman layanan asuransi yang berujung pada pengaduan. Namun tidak semua pengaduan itu benar. Banyak diantaranya hanya kesalahan dalam memahami hak dan kewajiban dalam klausal perjanjian. Dengan kata lain, kesalahpahaman yang masih terjadi itu karena literasi masyarakat tentang asuransi masih rendah.
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kristianti Puji Rahayu, pada konferensi daring beberapa waktu lalu mengatakan bahwa hingga 20 Juni 2021 terdapat 2.600 pengaduan tentang perasuransian melalui OJK. 40% diantaranya berhubungan dengan kesulitan pemegang polis dalam mencairkan klaimnya.
Kejadian teranyar yang saya ketahui adalah melibatkan seorang artis perempuan sekaligus politikus yang merasa ditipu saat melakukan klaim asuransi karena anaknya yang harus dioperasi karena cedera. Biaya operasinya sendiri sejumlah Rp50 juta.
Si artis merasa kecewa lantaran pihak asuransi memberi kabar bahwa asuransi hanya akan menanggung biaya pengobatan sebesar Rp10 juta saja. Padahal, ia sudah membayar premi selama 12 tahun untuk dirinya dan anak-anaknya.
Menurut saya ini harusnya bisa tidak boleh terjadi andai masyakat melek asuransi terutama pada sistem dan cara kerja asuransi serta hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana tertulis dalam klausal di polis.
Pertanyaannya adalah bagaimanakah agar kita melek asuransi? Apa pentingnya?
Pentingnya Melek Asuransi
Memahami tahap-tahap kehidupan
Setiap dari kita memiliki tahap-tahap kehidupan yang berbeda-beda. Misalnya, seseorang memprioritaskan membeli rumah dahulu sebelum menikah. Setelah itu baru berencana untuk memiliki anak dan memikirkan biaya hidup, pendidikan dan sebagainya.
Dari sini bisa dilihat bahwa setiap tahapan itu ada biaya yang harus diupayakan, termasuk di dalamnya adalah resiko yang mungkin terjadi seperti usia memasuki pensiun dan sebagainya. Nah, dengan memiliki asuransi, seseorang akan terbantu bila mengalami risiko-risiko kehidupan tersebut.
Memahami Perbedaan Asuransi dengan Menabung
Rumitnya permasalahan adakalanya kita hanya mengandalkan tabungan. Namun ternyata itu tidak cukup. Ini terjadi karena yang dipersiapkan tidak mencukupi untuk membayar tagihan-tagihan. Dalam beberapa kasus saya pun mengalaminya.
Nah, di sini asuransi sangat berperan, khususnya asuransi jiwa dan kesehatan yang dalam klausalnya akan meng-cover biaya-biaya yang timbul, biaya rumah sakit, perbaikan rumah, pendidikan anak dan lain-lain. Jadi asuransi itu kayak orang beli uang besar menggunakan uang kecil. Tidak harus bayar premi yang banyak, baru dapat manfaatnya.
Memahami Prinsip dan Cara Kerja Asuransi
Hal paling mendasar dalam berasuransi adalah mengenal dan mengetahui prinsip dan cara kerja asuransi. Ini adalah hal paling penting yang menjadikan seseorang melek asuransi.
Prinsip asuransi itu sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu utmost good faith yang mendasari niat baik kedua belah pihat dan prinsip insurable interest yakni motivasi yang muncul untuk berasuransi. Simpelnya, adanya ketergantungan keuangan antara pihak-pihak yang berasuransi.
Memahami Pihak yang Akan Tercantum dalam Polis Asuransi
Dikatakan melek asuransi jika seseorang mengetahui dan memahami pihak-pihak yang terlibat dalam proses berasuransi beserta hak dan kewajibannya. Setidak ada 3 (tiga) pihak utama yang terkait dalam berasuransi yakni ada yang namanya penerima polis, tertanggung, dan penerima manfaat.
Mengenal dan Memahami Jenis-Jenis Pembagian Asuransi
Produk-produk asuransi yang ditawarkan itu banyak sekali mulai dari asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi umum, asuransi mobil, asuransi kesehatan, hingga asuransi konvensional dan syariah. Berdasarkan pembayaran premi jenis asuransi masih dibagi lagi menjadi 2 (dua) yakni asuransi tunai dan non tunai. Begitu secara sederhananya.
Hidup hanya dapat dipahami mundur, tapi harus dijalani ke depan
Kini Amarendra sudah tumbuh besar. Usianya sudah 3 (tiga) tahun. Ketakutan dan kekhawatiran saya tentangnya yang terlahir prematur tidak terbukti. Ia tumbuh normal seperti anak lainnya, tak kurang suatu apa pun. Bahkan perkembangan kognitif dan kecerdasannya meelampaui anak umur seusianya.
Kelak pengalaman kelahirannya akan saya cerritakan kepadanya agar dia lebiih bijak ketimbanng bapaknya. Bisa memanjemen keuangan dengan baik, melek betapa pentingnya asuransi dan investasi.
Saya juga bersyukur usaha mulai lancar dan pelan-pelan sudah bisa saving agar tidak kelabakan bila terjadi hal-hal tak terduga yang berpotensi pada kerugian finansial.
Dalam 3-4 bulan ke depan ketika salah satu angsuran yang masih saya miliki selesai, saya ingin memberi proteksi keluarga dengan asuransi kesehatan. Apalagi sudah tahu bagaimana memilih asuransi berdasarkan jenis, premi, manfaat, pengecualian-pengecualian, dan sebagainya.
Bagi pembaca, semoga artikel ini bermanfaat dan mendorong untuk melek dan paham pentingnya asuransi dari mulai jenis, pihak-pihak terkait, hingga cara kerja asuransi.
Bila kondisi keuangan keluarga sudah memungkinkan maka putuskan untuk memiliki asuransi karena itu bukan membuang uang percuma namun memberi perlindungan finansial, jiwa raga, maupun harta benda dari kemungkinan kejadian tak terduga.